manusia kerap dibutakan oleh hal-hal yang bersifat duniawi. harta kekayaan dipandang sebagai hal yang paling penting sehingga menjadi kriteria kesuksesan dan harga diri. status sosial seseorang dalam masyarakat seringkali dikaitkan dengan hidup berpunya atau tidak.
dengan harta seolah-olah segalanya dapat dikuasai bahkan bila mungkin membeli kebahagiaan, harga diri namun tidak dengan kesehatan.
sewaktu dokter menyatakan saya mengalami cervical spasm atau pengencangan otot pada leher dan ditambah dengan diagnosis adanya pengentalan darah pada tubuh saya, seketika saya terdiam dan dalam hati berkata, apa itu pengentalan darah? apakah saya akan mati? apa yang akan terjadi dengan anak saya ketika saya mati?
keluar dari ruang dokter saya langsung duduk di ruang tunggu sambil browsing apa itu pengentalan darah? apa penyebabnya dan bagaimana cara mengatasinya.
singkat kata saya ikuti apa yang dokter sarankan selain minum obat yaitu berolahraga, diet makanan tertentu, mengurangi aktivitas berat. saya sudah melakukan rontgent, terapi, tusuk jarum sampai dengan ct scan, namun rasa sakit masih ada sampai dokter menyarankan untuk periksa ke rumah sakit pusat otak nasional karena kemungkinan ada indikasi lainnya.
sampai dengan hari ini saya masih berfikir apa yang akan terjadi ketika ada kemungkinan-kemungkinan buruk? saya berfikir dan mulai mengkoreksi diri kembali apa penyebab semua ini..
saya mulai menyadari bahwa kalau kerja sewajarnya saja, uang bisa dicari, ilmu bisa digali tapi kesempatan bersama dengan orang-orang yang saya kasihi belum tentu terulang kembali.
tidak apa-apa karena hidup memang kadang menawarkan hal sulit, tapi yakinlah bahwa Tuhan selalu menyediakan hal-hal indah asalkan kita tidak menyerah.
dunia ini bukan segalanya, untuk apa terlalu sibuk mengejarnya?
kesuksesan, harta kekayaan dan popularitas akan pudar dan hilang, tetapi harta surgawi dalam rupa kebaikan, cinta kasih dan iman tidak akan berkesudahan. keselamatan dan hidup kekal diperoleh bukan dari kefanaan melainkan karena iman.
terima kasih kepada para teman-teman yang telah membantu saya pada ibadat hari ini. ini adalah terakhir kalinya saya memimpin ibadat, semoga kita dapat bertemu kembali di ibadat-ibadat lainnya.
===========================================================================
itu adalah kata-kata yang kusampaikan pada saat aku memimpin ibadah pada hari ini di kantor. apakah ada kata-kata yang salah atau menyakiti perasaan orang lain sehingga timbul pernyataan sinis dari orang yang menurutku selalu membawa-bawa ajaran agama dan sejenisnya.
sekali lagi aku sampaikan bahwa aku bukan orang beriman, namun ketika mendengarkan hari ini kata-kata yang keluar dari seorang ibu menurutku tidak berperikemanusiaan.
apakah salah kalau sebagai seorang istri dan seorang ibu serta seorang anak meminta untuk dapat meluangkan waktunya bersama dengan keluarga di sela-sela kesibukannya?
“kalaupun sakit bukan karena pekerjaan tetapi karena gaya hidup dan makanan. kerja keras tidak akan membuat anda mati! Tuhan sudah mengatur kapan kita mati, tanpa sakitpun kita bisa mati! Tuhan tidak menjanjikan semua akan indah pada waktunya, diluar sana dunia lebih kejam!” dengan nada meninggi seseorang yang terkenal di kantor kami mengatakan seperti itu yang menurutku sangat menyinggung dengan kotbah yang kusampaikan pada ibadat hari ini.
setelahnya banyak teman atau rekan yang mendekatiku dan bertanya mau kemana kelak? beberapa dari mereka juga menyayangkan apa yang telah disampaikan oleh orang yang menurut mereka tidak etis mengatakan hal itu di depan orang banyak yang tentu saja tertuju padaku karena pernyataan tersebut bertolak belakang dengan apa yang kusampaikan. beberapa dari rekan mungkin tersenyum menang ketika ada pertentangan pagi ini, tetapi beberapa rekan juga bertanya apakah aku sakit hati dengan apa yang telah disampaikan? kujawab dengan lugas, “tidak apa-apa karena hidup memang terkadang sulit dan ini bukan pertama kalinya dia menyampaikan sesuatu dengan nada tinggi bahkan secara tertulis pun senang sekali dengan penggunaan huruf besar yang artinya penegasan.
dibalik tanggapan-tanggapan sinis yang terlontar terdapat bulir-bulir yang menyejukkan. beberapa dari rekan kerja menghampiri dan bertanya apakah aku akan resign, mengapa dan mau kemana? dan masih saja apakah ada kesempatan untuk dapat bernegoisasi dan tetap tinggal.
banyak dari mereka yang masih berharap aku tetap berkarya disini, namun aku hanya manusia biasa yang ingin hidup normal, ingin mempunyai waktu dengan keluarga lebih banyak, apakah salah?
jangan ikut ke jurang kalau tidak ingin jatuh bersama-sama..